Love Rain Episode 6
Joon heran mengapa Ha-na tidak mempan dengan rayuannya. Ha-na lalu duduk
lebih dekat dengan Joon. “Ibuku tidak bisa melupakan cinta pertamanya
di sisa hidupnya. Dia berkata kenangannya itulah yang membuatnya
bahagia. Aku juga ingin merasakan cinta seperti itu.”. Ha-na mendekatkan
wajahnya lebih dekat lagi pada Joon. Satu detik...dua detik...tiga
detik... Ha-na memandangi Joon. Joon juga memandangi Ha-na, hatinya
mulai bergetar.
Joon memeluk Ha-na. Ha-na bingung apa yang dilakukan Joon.
“Sebentar saja..” kata Joon. Ha-na melepaskan pelukan Joon. Joon berkata
dia tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Ha-na bingung. Joon
ingin mencium Ha-na saat Jo Soo datang memanggilnya.
Di perjalanan semuanya diam seribu bahasa. Jo Soo mencoba memecah
keheningan. Tapi Joon langsung menyuruhnya diam. Jo Soo memberitahu Joon
kalau ayahnya ada di Hokaido dan jika Joon punya waktu ayahnya ingin
makan malam bersama.
Karena baju Ha-na basah, jadi dengan terpaksa dia memakai kemeja Joon
dulu. Karena yang dia pake cuman kemeja, otomatis hanya bisa menutupi
sampai setengah paha. Joon dan Ha-na ngerasa canggung. Ha-na awalnya
hanya berdiri sambil menarik-narik kemeja Joon, lalu Joon menyuruhnya
berhenti takut kemejanya rusak. Ha-na ngomel, dia yang membuat bajunya
basah, dia juga yang ngomel-ngomel. Joon menyuruh Ha-na duduk. Ha-na
ragu-ragu. “Apa kau ingin mencoba membuat ruangan ini berantakan
lagi”tanya Joon. Ha-na ngomel lagi dikatain seperti itu. “Ah, aku tidak
akan bicara.”katanya kesal.
Ha-na duduk lalu menyelimutkan jaketnya ke pahanya. “Apa kau
kedinginan?”tanya Joon. Ha-na sudah gak mau nimpalin kata-kata Joon,
emosi.
Ha-na bertanya pada Joon kenapa dia melakukan hal itu (mau mencium Ha-na
saat di mata air panas). Joon yang salah tingkah pura-pura lupa.
Ahahaha.
Ha-na melihat ponsel ynya yang mati gara-gara kecebur, dia lalu
memandang Joon. Joon berkata, “Apa lagi sekarang?”. Ha-na berkata
bukankah paling tidak dia meminta maaf? Joon menjawab, “Akuu akan
membelikanmu yang baru kalau mereka tidak bisa memperbaiki nya.”.
Ha-na kesel karena ponselnya rusak saat dia sedang menunggu telepon dari
seseorang. Joon penasaran sebenarnya telepon dari siapa yang dia
tunggu. Ha-na menjawab kalau itu telepon dari cinta pertama ibunya. Joon
ngomel-ngomel, cinta pertama apa, aku benci orang-orang yang tidak bisa
melupakannya. Joon bertanya apa yang akan mereka bicarakan saat
bertemu? ‘Ibuku masih belum bisa melupakanmu? Tolong temui ibuku sekali
lagi.’ Seperti itu kah? Orang-orang yang masih berpegangan erat dengan
masa lalu, aku benar-enar tidak mengerti mereka. Ha-na membenarkan, itu
bukan berpegang erat, hanya ingin menyimpannya dalam kenangan. “Simpan
sendiri kalau begitu. Mengapa kau melibatkan orang lain?” Kata Joon.
Ha-na heran, apa Joon pernah unya pengalaman buruk dengan cinta
pertamanya? Atau cerita cinta pertama ayahnya benar? Joon tidak
menjawab.
Ada seseorang mengetuk pintu. Mereka berdua berdiri, Joon akan membuka
pintu, Ha-na berdiri untuk sembunyi agar tidak terlihat. Ternyata orang
yang mengetuk pintu adalah pelayan hotel yang membawakan baju Ha-na yang
sudah kering. Joon memberikan baju itu ke Ha-na dan menyuruhnya pergi.
Joon teringat 3 detik nya Ha-na. Dia termenung. Ha-na berpamitan, tapi
Joon berkata akan mengantarnya. Dia beralasan kalau dia tidak mau
dituntut hanya gara-gara ponsel.
Ponsel Ha-na tidak bisa diservis dengan cepat. Ponselnya harus menginap
di tempat servis. Ha-na memandang Joon lagi dengan galak.
Asisten Joon kesal dengan Joon yang suka pergi seenaknya, tiba-tiba dari
belakang ada Tae-seong yang membantu membawakan bawaannya. Sepertinya
Tae-seong mengenali asisten Joon ini.
Ha-na berkata kalau pertemuan mereka sampai di sini saja, setelah
ponselnya diperbaiki semuanya akan baik-baik saja. Tapi Joon sepertinya
tidak berfikir seperti itu, “Di mana restoran yang bagus di dekat
sini?”tanya Joon, “Makanan. Ayo makan!”. Ha-na cuman bisa jawab,
“Apaa???”.
“Kau mungkin tidak ingat karena kau bodoh. Kita belum makan semenjak
semalam.”kata Joon lagi. Ha-na menolaknya, dia beralasan kalau dia tidak
lapar. Tapi perut Ha-na berkata lain, perutnya berbunyi kerucukan.
Hahaha. Joon hanya senyum-senyum melihatnya.
Mereka berdua akhirnya pergi ke tempat makan kari. Ha-na terus saja
memandang Joon. Joon menyuruhnya berhenti melihatnya, bukan salahnya
kalau perutnya kerucukan. “Kenapa memesan dua? Aku tidak akan makan.
Kalau kau tidak merusakan ponselku, ini tidak akan terjadi.”kata Ha-na.
Joon menjawab : “Kalau kau tidak masuk ke kamar hotel terlebih dahulu.”.
Disauti oleh Ha-na : “Kalau kau tidak menyandera ponselku duluan.”.
Joon membalas, “Kalau kau menjaga ponselmu dari awal.”. Teet, Ha-na gak
bisa ngebales, “Ini tidak akan pernah terjadi, kan??” Joon menambahkan.
Makanan datang, pelayannya berkata kalau mereka ingin tambah cukup
bilang Ru rururu saja. Joon mengincar makanan Ha-na, “Kau tidak makan,
kan?”. Ha-na menahan piringnya yang akan diambil oleh Joon. (Ekspresi
nya Ha-na lucu banget, ekspresi gak butuh tapi tetep diambil. Hahaha).
Mereka makan dengan lahapnya.
Joon menuliskan tanda tanya ‘?’ di jendela yang berembun. “Siapa
namamu?”tanya Joon. Ha-na tidak mau mereka saling tahu nama. Joon
menuliskan tanda seru di samping tanda tanya itu, “Itu yang benar-benar
aku inginkan, Ru rururu.”. Joon Terus saja memanggil Ha-na dengan
sebutan Ru rururu. Ha-na kesel banget. Huahahaha..
Ha-na berkata, mereka berpisah dis ini saja, dia hanya perlu menunggu
sebentar. (Eneg banget kayanya si Ha-na liat Joon yang tengil banget.
Hihihi). Dengan setengah hati Joon menyetujui, “Tentu saja, kenapa aku
mau menunggu di sini denganmu?”. “Oke.”jawab Ha-na. Ha-na menunggu Joon
untuk mengatakan sesuatu tapi Joon tidak mengatakannya. Jadi akhirnya
mereka berdua berpisah. Joon memandangi punggung Ha-na sebelum pergi.
Lalu dia pergi, trus berhenti, memandang Ha-na yang terus jalan, lalu
jalan lagi. Ha-na juga berhenti, melihat Joon yang terus jalan. Sudah
hampir jauh Joon berhenti lagi, melihat Ha-na yang sudah hilang
berbelok.
Joon berhenti di toko pakaian. Dia melihat pakaiannya yang tipis, lalu memutuskan untuk masuk ke toko itu.
Ha-na ngomel karena Joon bahkan tidak mengucapkan terima kasih padanya.
“Aku sudah menghangatkan tangannya, menemukan mata air panas untuknya,
dan baju...” Ha-na menyadari bajunya masih dipakai oleh Joon. Dia
berlari ke tempat tadi, tapi Joon sudah tidak ada.
Joon baru menyadari dia masih memakai baju Ha-na saat dia mengganti baju
hangatnya. Pelayan toko bertanya apa yang harus dia lakukan dengan baju
pink itu? Joon berpikir dia mungkin tidak akan bertemu dengan Ha-na
lagi, jadi dia menyuruh pelayan itu membuangnya.
Ha-na masih mencari Joon. Dia melihat pelayan toko akan membuang baju
pinknya. Ha-na lalu masuk ke toko yang dikunjungi Joon, lalu melemparkan
baju pinknya. Joon kaget ada orang yang melemparnya barang. Ha-na lalu
pergi dengan marah. Joon mengikutinya. Joon marah ke Ha-na yang
melemparkan barang padanya. “Ambil ini. Bukankah kau kembali untuk
ini?”kata Joon sambil melemparkan sweater pink Ha-na. Ha-na memandang
Joon dengan marah. “Aku tidak akan memakainya lagi, jadi aku mencari
baju yang lain. Aku tidak akan bertemu denganmu lagi, jadi aku tidak
bisa mengembalikannya padamu. Jadi aku menyuruh merekan membuangnya. Apa
ada yang salah?” Joon berkata kalau ini hal yang sepele. “Oke, aku
minta maaf telah melemparkannya padamu, baju ini sangat berharga
untukku. Tapi aku memberikan sesuatu yang berharga kepada seseorang
sepertimu, aku menyesal. Aku masih punya kata-kata yang harus kuucapkan,
tapi aku rasa itu hanya buang-buang waktu. Jadi aku akan melupakannya
saja. Tapi, aku berharap tidak akan pernah bertemu dengan seseorang yang
kurang ajar sepertimu lagi.”kata Ha-na sambil menahan air mata.
Ha-na akan pergi tapi Joon menahan tangannya. Tangan Ha-na yang satu
lagi dipegang oleh Tae-seong. Joon dan Tae-seong berkata bersama-sama,
“Siapa kau?”. “Lepaskan!”. Keduanya tetap tidak melepaskan tangan Ha-na.
“Ada apa?”tanya Tae-seong. Ha-na menjawab tidak ada apa-apa, lalu
menyingkirkan tangan Joon dan mengajak sunbaenya itu pergi. Joon kesel
sambil bengong melihat Ha-na yang pergi dengan Tae-seong.
Ha-na dan Tae-seong pergi ke tempat service ponsel. Ponsel Ha-na tidak
bisa diperbaiki lagi. Ha-na sedih, itu berarti dia tidak bisa melihat
orang yang dia cari.
Joon mengabari Jo Soo kalau dia sudah menemukan lokasi pemotretan dan
menyuruh mereka berkumpul lagi besok jam 4 pagi. Semuanya heran kenapa
pagi-pagi sekali kumpulnya. Joon masuk ke kamar hotelnya, dia masih
kesel bisa-bisanya orang itu (Ha-na) menyingkirkan tangannya. Dia juga
mengingat Ha-na yang marah dan berkata kalau dia tidak mau menemui orang
kurang ajar seperti dirinya lagi. Joon pusing mikirin itu semua. Lalu
dia sadar, “Emangnya dia siapa?”.
Ha-na bercerita kepada sunbaenya kalau dia sedang menunggu telepon dari
cinta pertama ibunya, itulah mengapa dia benar-benar membutuhkan
ponselnya. “Tapi, kapankah cinta pertamamu?” tanya Tae-seong. Ha-na
gelagapan, apa kau berpikir aku punya seseorang? Tae-seong bertanya apa
dia tidak punya? Bukannya Ha-na berkata kalau dia ingin melihat salju
berlian dengannya. Ha-na sewot, “Oh sunbae, itu tidak dihitung! Jangan
pernah!”. Ha-na pasti berpikir kalau yang dikira sunbaenya adalah Joon.
Padahal Tae-seong gak nyebutin kalau itu Joon, hahahaha..
Melihat Ha-na yang marah-marah, Tae-seong mengajaknya pergi makan kari,
“Restauran yang kau sangat ingin pergi, ayo pergi ke tempat itu
denganku.”. Ha-na kaget mendengarnya lalu akhirnya dia mengiyakan ajakan
Tae-seong. (Apakah restoran itu adalah restoran tempat dia makan bareng
Joon tadi?? Jeng..jeng..)
Ternyata memang mereka berdua pergi ke restoran yang sama waktu Ha-na
makan bareng Joon. Duduk di tempat duduk yang sama pula lagi. Ha-na
makannya ogah-ogahan, Tae-seong bertanya apa Ha-na tidak makan, bukannya
Ha-na ingin pergi ke tempat ini? Ha-na pura-pura semangat makan lagi
(Iya lah Ha-na udah kenyang habis makan tadi, sekarang disuruh makan
makanan yang sama). Tae-seong melihat tulisan di kaca, dia bertanya apa
pasangan kekasih yang melakukan ini? Ha-na gelagapan, ”Pasangan kekasih
apa? Kenapa mereka mau melakukan itu?”katanya sambil menghapus tulisan
di kaca. Tae-seong bengong melihat tingkah Ha-na.
Di kamar hotelnya, Joon bersiap-siap untuk pemotretan. Dia melihat hasil
jepretannya, lalu dia melihat foto Ha-na, dan termenung lah dia. Kesal,
dia memasukkan lagi kameranya ke dalam tas.
Ha-na dan Tae-seong bertemu Jang soo. Jang soo bertanya apa Ha-na
bertemu dengan orang yang dia cari? Dengan sedih Ha-na berkata belum.
Akhirnya mereka bertiga pergi dengan bis.
Seo In-ha sedang berada di taksi, dia bertanya pada asistennya bagaimana
tentang gadis yang ingin bertemu dengannya? Sang asisten berkata kalau
gadis itu tidak bisa dihubungi, jadi tuan Seo tidak usah khawatir. Dari
taksi itu juga In-ha (yang sekarang sudah tua) melihat prajurit Dong Dae
(Ha-na , Tae-seong dan Jang-soo) sedang bercanda ria. In-ha hanya
melewatinya.
Joon sedang berada di restoran saat Jo Soo mendatanginya. Jo Soo
memperlihatkan sebuah sketsa. Dia juga menanyakan tentang Ha-na, apa
Joon mengantarnya pulang dengan selamat? Apa kau melihat laki-lakinya?
Sepertinya laki-laki itu pacarnya, dia sangat khawatir dengan gadis itu.
Joon kesel mendengarnya, lalu pergi meninggalkan Jo Soo.
Prajurit Dong Dae ada di rumah kaca. Mereka sedang menanam suatu bunga.
Jang Soo ingin memberikan Ha-na dan Tae-seong hadiah bunga viola. Bunga
ini adalah bunga pertama yang mereka tanam. Hong-do berpesan agar mereka
tidak melupakan semua hal menyenangkan yang sudah mereka lakukan di
sana. Ha-na tersentuh dengan apa yang dilakukan Jang Soo. Tae-seong
bertanya, “Arti dari viola adalah persahabatan, kan?”. Jang Soo
membenarkan, “Bukan, tapi cinta.”. Ha-na juga membenarkan, ‘cinta karena
kamu’ dan ‘terima kasih atas kebahagiaan ini’. Tae-seong menambahkan,
‘jangan lupakan aku’. “Ayo berteman selamanya.”kata Jang Soo. Mereka
bertiga lalu melakukan toss dan tertawa-tawa.
Joon datang menemui Ha-na. Ha-na bertanya ada apa Joon mencarinya, dan
bagaimana dia tahu tempat ini? Joon hanya menjawab kalau itu tidak
penting. “Jadi, masalah apa yang masih ada hubungannya denganku?”tanya
Ha-na. Joon ragu-ragu mengatakannya. Ha-na langsung menjawab, “Kalau kau
ingin mengucapkan maaf...”. Joon langsung memotong, “Aku tidak pernah
mengucapkan maaf.”. Ha-na menanggapinya dengan sinis. Dia lalu akan
berbalik pergi. Joon menahannya, lalu memberikan pakaian yang dia beli
di butik. Joon beralasan, “Aku tidak tahan melihat pakaianmu. Jadi aku
membeli beberapa.”. (Songong banget ya si Joon). Ha-na menolaknya. Joon
berkata, kalau begitu buang saja. Ha-na menghentikan tangan Joon yang
akan membuang bungkusan itu, “Membuangnya? Kau ahli dalam hal-hal ini
ya. Aku tidak mau!”kata Ha-na mengembalikan bungkusan itu lalu berbalik
(lagi). Joon masih saja menahannya, dia memandang Ha-na, “Apa yang kau
mau lakukan tentang kita? Kita tidak bisa jadi teman karena kita berada
di level yang berbeda. Kita tidak bisa bersenang-senang karena kau
membosankan. Dan kau bukan seseorang yang mempesona yang bisa aku
pamerkan. Apa yang kau ingin aku lakukan terhadapmu?”. Ha-na bingung apa
yang dibicarakan Joon. “Apa kau menyukaiku?”tanya Ha-na (Ding dong
dang, tebakanmu benar, Ha-na. Tapi Joon pasti ngeles.). Joon salah
tingkah, dia lalu ngomong sendiri, “Aku pasti sudah gila. Apa yang aku
pikirkan? Lupakan!”. Ha-na bingung melihat Joon.
Joon awalnya ingin pergi dari situ, tapi dia kembali lagi melihat Ha-na
yang tidak beranjak. Lalu ponsel Joon berbunyi, Jo Soo mengabarkan ada
masalah tentang pemotretan. Lalu, Ha-na pamit pergi duluan. Joon
menyuruh Ha-na menunggu, dia akan kembali secepatnya.
Ha-na menunggu Joon sambil melihat baju yang dibelikan oleh Joon. Dia akhirnya pindah tempat. Dia menunggu di lobi depan.
Joon berbincang dengan Jo Soo di mobil. Jo Soo bertanya apa Joon tahu
dimana tempat tinggal Ha-na. Joon bertanya kenapa Jo Soo menanyakannya?
Dia berkata kalau petugas laundry menemukan cincin di baju Ha-na, Jo Soo
ingin mengembalikannya.
Sesampainya di tempat Ha-na, Joon ingin biar dia saja yang mengembalikan
cincin Ha-na. Jo Soo menebak kalau Joon menyukai Ha-na. Joon langsung
gelagapan. “Lihat? Aku tahu. Kau bahkan tahu tempat tinggalnya. Apa yang
terjadi? Ini tidak seperti dirimu. Dia seperti gadis yang polos.
Hentikan, kau hanya akan mempermainkan nya.” kata Jo Soo. Joon mengelak,
“Apa yang kau bicara kan?” Joon sedikit marah. “Jadi kau serius?”tanya
Jo Soo lagi. “Serius? Dengan dia? Kau sudah berkata kalau dia bukan tipe
ku. Bisakah kamu membandingkan kaki kurus itu dengan gadis-gadis yang
aku lihat sampai saat ini? Aku hanya bermain-main dengannya. Dia gadis
yang naif, gadis gampangan, dia mendengarkan apa yang aku katakan tetapi
tidak tahu apa yang aku maksudkan. Dia menganggap serius semua lelucon
yang aku buat. Dan kau tidak tahu bagaimana lambatnya dia.” kata Joon
tidak tahu kalau dibelakangnya Ha-na sudah berdiri.
“Maaf kalau aku lambat dan dangkal.”kata Ha-na. Joon kaget mendengarnya.
“Aku mungkin gampangan, tapi aku tidak bisa bermain. Aku tidak pernah
melakukannya. Aku naif. Aku menunggu karena aku pikir kau akan meminta
maaf. Biar aku mengulanginya sekali lagi. Kau berkata kalau kau bisa
memilih siapa saja dalam 3 detik kan? Itu tidak akan terjadi padaku.
Karena mulai sekarang aku tidak akan melihatmu lebih dari satu detik.”.
Ha-na sedih bercampur marah. Joon juga kesal mengapa jadinya seperti
ini. Ha-na masuk ke dalam dan bertemu dengan Tae-seong. Tae-seong
melihat wajah Ha-na dan bertanya ada apa? Ha-na berkata tidak ada
apa-apa. Tae-seong menggandengnya masuk. Joon melihat ini dengan tatapan
sedih.
Joon melakukan pemotretannya. Jo Soo melihat foto Ha-na di kameranya.
Dia menanyakannya pada Joon. Joon berkata kalau itu adalah kesalahan,
maka hapus saja.
Ha-na dan Joon sudah kembali ke Korea.
Foto hasil jepretan Joon sudah jadi banner besar.
Joon menanyakan siapa model selanjutnya pada Jo Soo. (Itu bener Jo Soo
kan? Agak pangling karena dia gak pake kacamata). Jo Soo berkata model
selanjutnya adalah artis yang cukup menyebalkan. Jo Soo berkata karena
itulah dia malas berurusan dengan artis. “Lebih menyebalkan dari
aku?”tanya Joon. “Ah, itu tidak mungkin.”katanya. Jo Soo memuji Joon
yang sudah menghasilkan foto dan sudah dipajang di sana sini.
Seo In-ha sudah kembali ke Korea. Dia masuk ke rumahnya yang sepi.
Joon juga pulang ke rumah ibunya. Dia melihat beberapa botol alkohol di
meja makan. Joon langsung memanggil bibi. Ternyata itu adalah alkohol
yang dikeluarkan ibunya karena ada tamu. “Beberapa eksekutif datang ke
sini untuk menandatangani kontrak. Jadi kita minum beberapa gelas. Apa
kau tidak tahu kalau ibumu sudah berhenti minum?” kata Ibu Joon.
“Kau masih mengkhawatirkan ibumu ini? Kau bahkan tidak pulang ke rumah
dalam waktu yang lama.”kata Ibu Joon. Joon beralasan kalau dia sibuk
bekerja. Ibunya Joon menyuruh Joon bekerja di perusahaannya saja, ibu
akan pensiun. Joon menolaknya, dia punya bakat untuk menyusahkan banyak
orang. Joon juga berkata kalau dia akan pindah ke apartemen di sebelah
studionya. Ibunya melarangnya pindah. Dia tidak pernah pulang ke rumah
saat belajar di luar negeri. Ibu Joon menyuruh Joon menelfon ayahnya
yang sudah kembali ke Korea setelah pamerannya di Jepang. Ibunya berkata
saat itu ayah Joon ingin bertemu dan berbincang dengannya, dia bahkan
menjadwalkannya. Dengan sinis Joon berkata kalau dia tidak bisa menemui
ayahnya karena sibuk. Ibu Joon sekali lagi menyuruh Joon menelfon
ayahnya untuk makan bersama. “Ini alasan kenapa kau tidak ingin aku
pindah. Kau ingin melihatnya dengan aku sebagai alasan.”kata Joon.
(P.S. ibu Joon adalah Hye-jung, jadi akhirnya In-ha menikah dengan Hye-jung tapi pernikahannya tidak berakhir baik)
Joon merenung sendiri di kamarnya, mengingat kalau sudah tiga bulan sejak dia datang dari Jepang.
Di rumah sakit, Dong-wook mendapat telepon dari Chang-mo. Chang-mo
mengingatkannya utuk datang ke grand opening-nya. Chang-mo akan
menghubungi In-ha dan Hye-jung. Chang-mo punya sebuah berita besar, tapi
dia bingung haruskah dia memberitahukannya kepada In-ha?
In-ha sedang melukis di rumahnya ditemani dengan lagu-lagu jadul. Lalu
Chang-mo menelfon meminta In-ha juga datang di grand opening-nya.
Chang-mo berkata sudah berapa lama mereka berempat tidak berkumpul
seperti dulu lagi. Dia hanya tahu Dong-wook jadi seorang dokter. “In-ha,
umm, apa kau ingat Kim Yoon-hee? Aku mendengar kalau dia meninggal di
Amerika. Apa kau akhir-akhir ini pernah memikirkannya?”tanya Chang-mo.
In-ha berbohong kalau dia tidak memikirkannya, padahal setiap hari dia
selalu memikirkan Yoon-hee. In-ha bertanya kenapa dia bertanya. Chang-mo
tidak menjawab. Sebenarnya dia tahu kalau Yoon-hee masih hidup, dan
sekarang dia di Korea.
Ha-na mencari tempat tinggal ditemani Tae-seong, mereka menemukan satu
tapi Ha-na tidak suka karena terlalu mahal. Karena Tae-seong harus pergi
Ha-na akhirnya berjalan sendiri. Ha-na melihat sebuah banner yang
menampilkan model dengan latar belakang salju berlian. Ha-na berkata
seharusnya dia melihat itu dengan Tae-seong sunbae. Lalu ada seorang
gadis yang memberikan flyer. Ternyata foto di flyer itu adalah foto
dirinya. Dia lalu mencari alamat studio Joon untuk membuat perhitungan.
Kemudian Ha-na mengurungkan niatnya. Dia hanya akan membiarkannya. Tapi
lalu dia melihat flyer dengan fotonya diinjak orang-orang di pinggir
jalan. Dia ngamuk.
Di studio foto, Joon sedang memfoto seorang artis. Si artis merengek ke
manager nya kalau sesi fotonya terlalu lama, beritahu mereka kalau dia
sudah telat! Si manager artis berbicara dengan Jo Soo, bukankah itu
adalah yang terakhir? Kita sudah hampir telat. Tolong akhiri sekarang
(Artisnya nyebelin, si managernya juga nyebelin). Jo Soo berkata kalau
ini adalah foto highlight, mereka sudah mengambil gambar seharian untuk
ini. Beri mereka 30 menit untuk menyelesaikannya. Si artis berkata 10
menit saja. Jo Soo melobi lagi agar mereka bertahan 30 menit lagi. Si
manager ngambek, “Kau harus mempertimbangkan jadwal kami.” dan pamer
kalau tim drama sudah menunggu mereka, jadi jadikan hanya 10 menit. Joon
gak peduli dan terus memainkan tabletnya. Jo Soo masih melobi mereka.
Akhirnya Joon turun tangan, “10 menit. 10 menit saja.”. Jo Soo bengong.
Joon menyuruh timnya standby.
Joon menyuruh si artis menutup mulutnya dan menutup giginya. Si artis
bingung. Joon mengambil gambar saat wajah si artis itu jutek. Hanya
sekali jepretan. “Aku rasa ini bagus. Kerja yang bagus.” kata Joon
sambil berjalan pergi. Si artis bingung lagi, masa hanya satu jepretan?
Si artis ngambek lagi ke manager nya, “Bagaimana kalau fotoku jelek?”.
Si manager mencoba merayu Jo Soo lagi, kau tidak bisa mengambil gambar
seperti itu. Mengapa kau tidak mengambil gambar lagi? 30 menit. “Kau
harus mempertimbangkan jadwal kami.”kta Jo Soo membalas.
Ha-na datang ke studio, dia sudah bertekad akan marah-marah pada Joon.
Saat membuka pintu dia langsung teriak, “Hey! Seo Joon!”. Padahal
ruangan yang dia masuki itu adalah sebuah cafe. Dengan malu dia meminta
maaf dan keluar.
Ha-na melihat lagi papan nama studio Joon, sudah benar. Pelayan cafe
datang memberitahu Ha-na kalau studionya ada di lantai basement. Lantai
satu adalah cafe. Pelayan itu juga bilang kalau Ha-na bukan orang
pertama yang datang dengan marah-marah. Ha-na berkata kalau dia minta
maaf.
Si pelayan itu memberitahu Ha-na jalan untuk masuk ke studio Joon. Ha-na
buru-buru memasuki pintu itu. Sesampainya di bawah dia tidak menemukan
Joon. Lampu studionya juga mati.
Si pelayan datang lagi, dia bertanya apa masalah Ha-na? Ha-na
menceritakan tentang fotonya yang dipasang di flyer. Si pelayan dan
Ha-na membuat sebuah rencana untuk mengerjainya.
Jo Soo memuji Joon yang sangat berbakat. Joon malah membangga-banggakan
dirinya sendiri. Akhirnya dia dan Jo Soo kembali ke studio. Jadwal
mereka sangat padat, pemotretan mereka sudah antri. Jo Soo bertanya
bagaimana dia bisa mendapatkan ide salju berlian? Joon berkata kalau Jo
Soo tidak perlu tahu. Jo Soo berkata lagi, menurut mitos, kalau ada dua
orang yang melihatnya bersama-sama, mereka akan saling jatuh cinta. Kita
bisa memasukkannya dalam kalimat pada iklan. Joon berkata kalau itu
bukan cinta. Jo Soo menebak kalau Joon melihat salju berlian dngan gadis
itu (Ha-na), gadis yang sudah menolakmu. Joon marah-marah Jo Soo
berkata seperti itu.
Ha-na menunggu Joon sampai ketiduran. Dia melihat-lihat tanaman di
sekitarnya yang semuanya layu. Dia lalu menemukan sebuah rumah dan
memasukinya. Rumah itu berantakan, tapi seperti masih berpenghuni.
Tiba-tiba ada suara. Ha-na kaget ternyata ada seorang laki-laki yang
sedang tidur di sofa. Orang itu sepertinya sedang mimpi, masih dalam
keadaan tidur dia lalu menarik Ha-na ke pangkuannya. Ha-na yang kaget
lalu berteriak.
Joon dan Jo Soo yang sudah di depan rumah mendengar suara teriakan itu.
Kemudian si pelayan datang memberitahukan bahwa orang yang berteriak itu
mungkin orang yang sedang mencari Joon.
Si laki-laki itu kaget mengapa Ha-na ada di pangkuannya. Laki-laki itu
adalah Lee Ji-seok, anak dari Dong-wook. Joon kemudian masuk. Ha-na yang
melihat Joon langsung menunjuknya “Kau..”. Joon juga berekspresi yang
sama, “Kau...” . Ji-seok heran melihat tingkah Ha-na, dia lalu memegang
dahi Ha-na, “Apa kau terkena demam?”. Ha-na yang kaget langsung memukul
tangan Ji-seok, dan mereka berdua akhirnya jatuh bersamaan di atas sofa
lagi. “Apa yang kalian berdua lakukan?” Joon menarik Ha-na. Joon dan
Ha-na lalu berdiri berhadapan dengan sangat dekat.
No comments:
Post a Comment