Semua memuji lagu ciptaan In-ha.
“’Datanglah ke bawah payungku..’ Waah, sangat romantis. Iya kan?” kata In-sook dengan mata yang terpesona.
“Hei, siapa yang kau pikirkan saat kau menulis lagu ini?” tanya Dong-wook.
In-ha hanya tersenyum kecil.
“Siapa gadis di lagu itu? Siapa dia? Jangan bilang... Apakah gadis ‘tiga detik itu?” cecar Dong-wook penasaran. Yoon-hee menunduk dan menunggu jawaban In-ha.
“Apakah hal penting yang ingin kau katakan itu berhubungan dengan gadis ‘tiga detik’ itu? Siapa dia?”
Yoon-hee mengangkat kepalanya dan memandang ke arah In-ha.
In-ha memandang ke bawah, dan mempertimbangkan akan memberitahu mereka atau tidak. “Aku akan memberi tahu kalian,” kata In-ha dengan serius. Semua menunggu siapa gadis yang disukai In-ha.
“Aku akan mengikuti wajib militer.” (duuaa! Bom dijatuhkan In-ha..)
Yoon-hee dan yang lain kaget.
“Apa? Army?” semua bersahut-sahutan.
“Seo In-ha!” bentak Chang-mo.
“Aku akan melanjutkan band sampai pertunjukkan di radio, setelah itu aku akan mengajukan cuti. Bagaimanapun aku harus melakukannya suatu hari nanti. Jadi, aku hanya bergabung lebih awal.” (iya sih pasti ikut suatu hari nanti. Tapi semua orang kalo bisa menunda, In-ha malah lebih awal. Kelihatan kalo dia kabur dari sesuatu)
In-ha melirik Yoon-hee. Yoon-hee kaget dan sedih, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.
Yoon-hee mendengar Hye-jung mempertanyakan keputusan In-ha untuk ikut wamil dari luar kamar. Hye-jung merasa keputusan ini terlalu mendadak dan dia tidak bisa menerimanya karena ini berarti Hye-jung, Dong-wook, dan Chang-mo tidak berarti apa-apa bagi In-ha. Dong-wook berusaha menenangkan Hye-jung namun tidak digubris. Yoon-hee kemudian pergi karena dia sendiri merasa sedih.
Yoon-hee berjalan-jalan di jembatan. (bagus banget pantulan cahaya matahari sore yang kena air..)
In-ha yang juga sedang berjalan-jalan melihat Yoon-hee. “Mungkin alasan dari memori masa muda adalah selalu warna air, adalah karena pada akhirnya warna bisa lebih kuat,” kata In-ha dalam hati.
In-ha lalu menyusul Yoon-hee ke jembatan. (sambil diiringi instrument lagu yang dinyanyikan In-ha.. Suasana jadi romantis... ^^)
Yoon-hee dan In-ha berpandangan.
“Apakah kau benar-benar akan pergi?” tanya Yoon-hee akhirnya.
In-ha ragu-ragu akan menjawab. “Ya,” jawab In-ha akhirnya.
“Apa karena aku? Apa karena aku dan Dong-wook?”
“Bukan. Ini bukan karena kamu. Ini bukan karena Dong-wook. Ini hanya karena.. aku ingin pergi,” sangkal In-ha. “Segalanya menjadi rumit bagiku.”
Yoon-hee memandang ke bawah.
“Apakah kau bersedia hanya mendengarkan apa yang aku katakan?” tanya In-ha. “Itu semua adalah kebohongan. Lukisan-lukisanku, itu bukan karena kau tiba-tiba ada di depan mataku. Kau selalu ada di mataku hari itu. Sejak hari pertama aku bertemu denganmu, kaulah yang selalu ada di depan mataku. Kau adalah pemandangan yang paling indah, dan selalu membuat hatiku berdebar-debar.”
Mata Yoon-hee berkaca-kaca.
“Terima kasih. Dan aku minta maaf karena aku telah menjadi pengecut,” kata In-ha lagi.
“Terlalu terlambat. Seharusnya kau memberitahuku sedikit lebih awal,” kata Yoon-hee sambil menangis.
In-ha terdiam sejenak. “Aku minta maaf karena ini terlambat. Aku minta maaf,” kata In-ha dengan mata berkaca-kaca juga.
“Aku tidak bisa memberitahunya seberapa besar aku menyukainya, atau betapa aku terluka karena harus meninggalkannya. Warna air saat senja adalah penanda akhir,” kata In-ha dalam hati.
In-ha datang ke restoran. Dia menyapa Chang-mo kemudian menoleh ke Dong-wook yang sedang menjadi DJ. Dong-wook memandang In-ha dengan kesal kemudian membuang muka. In-ha tahu Dong-wook marah padanya dan dia merasa tidak enak. In-ha kemudian duduk di depan Chang-mo.
“Hari sudah malah. Lagu terakhir hari ini, adalah untuk orang yang akan melayani negara dengan bergabung di wajib militer. ‘Private Sorrow’ oleh Choi Baek-ho,” kata Dong-wook.
“Hei, aku rasa dia benar-benar marah padamu,” kata Chang-mo pada In-ha.
In-ha melihat ke Dong-wook tapi Dong-wook langsung membuang muka.
Restoran sudah tutup. Chang-mo dan Dong-wook sedang berlatih gitar saat In-ha menjatuhkan bom kedua.
“Apa?” tanya Dong-wook terkejut.
“Besok?” tanya Chang-mo dengan terkejut juga.
“Ya, aku minta maaf. Aku memberitahu orang tuaku tentang wajib militer. Mereka menyuruhku pulang ke rumah. Aku akan melukis di Chuncheon, kemudian aku akan pulang,” kata In-ha. Dong-wook memandangi In-ha.
“Hei! Lalu bagaimana dengan pertunjukan di radio?” tanya Chang-mo.
“Kita sudah hampir selesai latihan. Aku rasa berlatih tepat sebelum pertunjukkan radio sudah akan bagus,” kata In-ha.
Dong-wook berdiri dengan marah. “Apa-apaan ini?!”
“Dong-wook..” tahan Chang-mo.
“Apa kau benar-benar tidak akan memberitahu kami?” tanya Dong-wook lagi dengan keras. In-ha hanya diam saja dan memandang ke bawah.
Dong-wook kesal. Dia menaruh gitar dan mengambil tasnya, kemudian keluar restoran. “Ya ampun..” kata Chang-mo dengan bingung.
“Tidak apa-apa. Dong-wook akan baik-baik saja. Dia akan baik-baik saja,” kata In-ha menenangkan Chang-mo. In-ha sendiri juga berusaha meyakinkan dirinya.
In-ha mengemasi barang-barangnya di kamar asrama. Buku-buku dimasukkan ke dalam dus.
Dia kemudian memeriksa loker meja untuk memeriksa apakah ada yang tertinggal.
Dia membuka salah satu loker dan menemukan diari Yoon-hee. In-ha memandangi diari Yoon-hee
Yoon-hee sedang duduk di pojokan perpustakaan yang disukainya sambil berpikir.
“Pemandangan dengan cinta sangat indah. Tapi.. hanya karena cinta itu indah, bukan berarti cinta selalu bahagia. Cinta... Cinta memiliki dua sisi, kebahagiaan dan kesedihan..” kata Yoon-hee dalam hati.
Yoon-hee melihat ke sekelilingnya yang mulai sepi, dia kemudian merapikan barangnya dan pulang.
Di luar. ternyata Dong-wook sudah menunggunya. Dong-wook bertanya kenapa Yoon-hee lama sekali di perpustakaan. “Sudah berapa lama kau menunggu?” tanya Yoon-hee kaget karena tidak menyangka Dong-wook menunggunya.
“Lama sekali,” jawab Dong-wook.
“Kenapa?” tanya Yoon-hee heran.
“Kau bertanya mengapa? Aku pikir kita berpacaran. Aku adalah pacarmu. Tentu saja aku harus menunggumu. Benar kan?”
“Aku pikir kau latihan,” kata Yoon-hee sambil berjalan.
Dong-wook mengikuti Yoon-hee kemudian berjalan di sampingnya.
“In-ha membatalkannya. In-ha..” Dong-wook ingin membicarakan tentang In-ha namun langsung dipotong oleh Yoon-hee.
“Apa kau sudah makan?” tanya Yoon-hee. (Yoon-hee ga mau membicarakan tentang In-ha..) Dong-wook langsung berdiri di depan Yoon-hee. “Ayo pergi kencan,” ajaknya.
“Apa?”
“Kita belum pernah pergi kencan sungguhan. Ayo pergi besok. Bagaimana? Ada sesuatu yang membuatku sedih besok. (kepulangan In-ha membuat Dong-wook sedih) Bisakah kau membuat besok menyenangkan bagiku?”
Yoon-hee tersenyum malu lalu menganggukkan kepala. Dong-wook sangat senang karena Yoon-hee setuju dan melompat-lompat.
“Ayo pulang,” kata Dong-wook dengan semangat.
In-ha sedang berjalan saat dia berjalan melewati etalase yang memajang jam-jam dan kalung. Dia ingat cerita Yoon-hee tentang jam orang tuanya yang disimpan Yoon-hee tapi akhirnya hilang. In-ha tampak berpikir.
In-ha memasukkan dengan rapi lukisan-lukisan Yoon-hee ke dalam lemari di studio dan menutup lemari. Dia kemudian mengeluarkan diari Yoon-hee dari dalam tasnya kemudian memutuskan menyimpan diari itu di dalam lemari.
“Apa kau tidak akan membersihkan lemari itu juga?” tanya temannya.
“Aku akan melakukannya sebelum aku berangkat wajib militer,” jawab In-ha. “Ijinkan aku memakainya sedikit lebih lama.”
In-ha kemudian keluar studio.
Yoon-hee mengantarkan laporan ke petugas administrasi. Ternyata ada seseorang yang menitipkan sesuatu untuk Yoon-hee.
Di luar, Yoon-hee membuka kotak hadiah yang ternyata berisi jam tangan. Dia heran, kemudian membuka kartu dari si pengirim.
“Aku akan selalu mendoakan kebahagiaanmu di mana pun aku berada. Seo In-ha.”
Yoon-hee memandangi kotak itu terus sambil berjalan. Dia mendengar In-sook dan Hye-jung yang membicarakan keanehan sikap In-ha.
“Ada apa?” tanya Yoon-hee.
“In-ha pulang rumah hari ini,” kata In-sook memberi tahu Yoon-hee. “Dia pulang hari ini setelah selesai perjalanan melukis. Dia tidak akan kembali ke sekolah sampai saat dia wajib militer.” Yoon-hee kaget.
“Pasti ada sesuatu yang terjadi,” kata Hye-jung yakin. Yoon-hee diam saja dan merasa bersalah.
“Aku juga berpikir begitu,” kata In-sook menimpali. “Bagaimana dengan pertunjukkan radio? Apa mereka akan membatalkannya? Itu tidak boleh terjadi! Chang-mo harus menang dan melakukan debut. Dia harus melakukan debut untuk mendapat persetujuan orang tuaku atas hubungan kami.” In-sook malah berbicara sendiri dan bingung akan masa depan hubungannya dengan Chang-mo.
“Hwang In-sook!” bentak Hye-jung kesal.
Di kelas, Yoon-hee duduk sambil memandangi jam pemberian In-ha. Dia kemudian merapikan bukunya dan keluar kelas. Hye-jung dan In-sook memandangi Yoon-hee yang berjalan keluar dengan cepat. Yoon-hee melihat pengumuman perjalanan melukis mahasiswa kesenian.
“Chuncheon,” katanya. Yoon-hee kemudian berlari keluar.
In-ha dan teman-temannya keluar dari stasiun Chuncheon. In-ha melihat poster film Love Story dan ingat perkataannya pada Yoon-hee tentang akan mengajak Yoon-hee menonton kalau masih ada yang memutarnya di pedesaan. In-ha merasa sedih karena hal itu tidak mungkin. Dia lalu berjalan pergi.
Kuliah mahasiswa kesehatan keluarga sudah selesai. Hye-jung akan berdiri saat dia melihat kartu In-ha untuk Yoon-hee terjatuh di lantai. (Aduh..) Dia mengambil dan membacanya. Hye-jung ingat bahwa dia melihat kartu itu di meja Yoon-hee saat Yoon-hee membuka kotak hadiah jam. Hye-jung langsung bisa menduga apa arti kartu itu. In-sook mengambil kartu itu dan membacanya juga, kemudia menyusul Hye-jung yang lebih dulu keluar kelas. In-sook masih belum mengerti arti kartu itu. “Kenapa In-ha mengirimkan kartu untuk Yoon-hee?” tanyanya.
Chang-mo memanggil Hye-jung saat mereka bertemu di taman sekolah.
“Hei, Hye-jung! Kau mau pergi ke mana? Aku datang karena aku pikir suasana hatimu akan buruk karena In-ha,” kata Chang-mo dengan ceria.
Hye-jung menatap tajam Chang-mo.
“Suasana hatimu benar-benar sedang buruk,” kata Chang-mo dengan takut. “Ada apa dengannya, In-sook?”
“Pembohong! Kau tahu semuanya!” bentak Hye-jung marah.
“Apa?” Chang-mo tidak mengerti. Hye-jung lalu berjalan cepat.
“Kenapa kau melakukannya?” tanya In-sook, kemudian menyusul Hye-jung.
Chang-mo kebingungan lalu akhirnya sadar apa maksud Hye-jung. Dia langsung berlari menyusul Hye-jung dan In-sook.
Di studio, Chang-mo mendahului Hye-jung dan berdiri di depan lemari In-ha.
“Minggir!” kata Hye-jung menahan marah.
“Hye-jung..” Chang-mo berusaha menenangkan.
“Aku bilang minggir!” bentak Hye-jung lagi.
“Jangan lihat,” pinta Chang-mo. “Untuk apa kau melihatnya?”
“Aku harus melihatnya!” In-sook mendorong Chang-mo. Chang-mo akhirnya bergeser karena didorong-dorong In-sook.
Hye-jung membuka lemari In-ha dan menemukan lukisan-lukisan Yoon-hee. In-sook kaget, sedangkan Chang-mo tidak bisa berbuat apa-apa. Hye-jung lalu melihat diari Yoon-hee dan mengambilnya.
Yoon-hee sudah sampai di Chuncheon dan mencari-cari In-ha tapi tidak menemukannya. (lagu latarnya enak...) Dia akhirnya bertanya ke teman In-ha. “Seo In-ha? Aku tidak tahu, tapi sepertinya dia sudah pergi dua jam lalu,” jawabnya. Yoon-hee kaget karena In-ha sudah pulang.
Dong-wook menuju restoran dengan bahagia sambil membawa bunga Baby’s Breath. Di sana dia bertemu Chang-mo, Hye-jung, dan In-sook. Dia bertanya di mana Yoon-hee. Chang-mo menunduk terus karena takut apa yang akan terjadi.
“Kami juga menunggunya,” jawab Hye-jung.
Dong-wook lalu duduk dan berkata bahwa ini kencan pertamanya dengan Yoon-hee dan meminta mereka jangan mengganggu. In-sook menoleh ke arah Hye-jung yang menatap tajam Dong-wook. Chang-mo menghela napas. Dong-wook merasa aneh dan mengira mereka bertengkar.
Hari sudah malam saat Yoon-hee sampai di stasiun. Dia melihat poster Love Story di bioskop depan stasiun. Dia ingin menonton namun menahan diri. Tiba-tiba hujan turun. Yoon-hee berteduh di depan pintu bioskop. Pintu bioskop terbuka. Para penonton keluar. Dari kerumunan penonton muncul In-ha. Yoon-hee dan In-ha tidak tahu satu sama lain karena terhalangi oleh orang-orang yang berteduh. Mereka menoleh dan menyadari bahwa mereka berada dalam jarak dekat. (kerumunan orang menghilang sehingga seakan-akan hanya mereka berdua di sana..)
Mereka berpandangan dengan kaget karena tidak menyangka akan bertemu.
“Bagaimana kau bisa di sini?” tanya In-ha.
“Aku ingin bertemu denganmu,” jawab Yoon-hee. “Aku rasa aku tidak akan bertemu denganmu lagi kalau aku tidak datang kemari. In-ha merasa senang. Dan mereka terus berpandangan.
Akhirnya In-ha dan Yoon-hee menonton film Love Story. In-ha mencuri-curi pandang ke arah Yoon-hee, seakan-akan tidak percaya bahwa mereka akhirnya bisa menonton Love Story bersama. Saat Yoon-hee menangis karena adegan sedih, In-ha ingin memegang tangan Yoon-hee namun tidak jadi. (mungkin karena dia merasa sudah memutuskan mundur dan tidak mengejar Yoon-hee)
Yoon-hee dan In-ha berlari-lari mengejar kereta api menuju Seoul. Yoon-hee lelah berlari, lalu tangannya ditarik oleh In-ha. Namun ternyata kereta terakhir sudah berangkat. (hebat banget.. Di mana ya letak stasiun jadul itu? Persis kayak jaman tahun 70-an..)
Yoon-hee menyadari bahwa tangannya masih digandeng In-ha. Dia berusaha menarik tangannya, namun oleh In-ha ditahan. Tangan mereka saling menggenggam satu sama lain. Yoon-hee merasa senang.
“Apa yang harus kita lakukan?” tanya In-ha ke Yoon-hee.
Mereka akhirnya memutuskan menunggu kereta besok pagi dan duduk di tempat duduk stasiun. Tangan mereka masih saling bergandengan.
“Apa yang harus kita lakukan?” tanya mereka bebarengan. Mereka kemudian tertawa.
Tiba-tiba muncul wanita menggunakan penutup kepala berwarna merah di belakang In-ha dan Yoon-hee.
“Habiskan malam ini di sini! “ katanya. Yoon-hee dan In-ha terkejut dengan kemunculan wanita itu.
“Apa lagi yang harus kalian lakukan? Sudah mendekati jam malam. Menginap saja di sini. Ada kamar kosong.”
“Tidak usah, kami baik-baik saja,” tolak In-ha.
Wanita itu tidak percaya dan mengintip tangan In-ha dan Yoon-hee yang saling menggenggam. In-ha merasa malu dan langsung melepaskan genggamannya.
“Tidak ada apa-apa di antara kami. Tidak seperti yang Anda kira. Maaf,” kata In-ha pada wanita itu.
“Aku akan mengecek jadwal kereta pertama besok,” pamit In-ha ke Yoon-hee.
Wanita itu masih tidak percaya dengan perkataan In-ha. Dia kemudian duduk di samping Yoon-hee dan memaksa Yoon-hee agar mau menginap di kamar. Dia bahkan menawarkan harga murah. Yoon-hee menolak namun wanita itu tetap memaksa.
In-ha datang dan berkata bahwa mereka akan menaiki kereta malam, jadi wanita itu bisa pergi. Wanita itu kemudian pergi dengan kesal.
“Kereta malam?” tanya Yoon-hee.
“Ya, aku bertanya pada petugas stasiun dan katanya kadang ada kereta malam di Laut Timur.” In-ha terdiam sejenak. “Kau mau pergi ke pantai?” ajaknya dengan terbata-bata karena gugup. Yoon-hee mengangguk dengan senang.
Tiga mahasiswa kesenian masuk ke stasiun untuk mengejar kereta juga. Salah satu dari mereka melihat Yoon-hee dan In-ha yang berada di luar stasiun. Dia memanggil temannya. Awalnya dia tidak sadar bahwa gadis yang bersama dengan In-ha adalah Yoon-hee, namun lama-kelamaan dia tahu. (hmm, pertanda buruk nih..).
In-ha dan Yoon-hee menunggu kereta menuju stasiun Laut Timur sambil berdiri. In-ha ingin memegang tangan Yoon-hee lagi, namun tidak berani.
Di depan rumah Yoon-hee, Dong-wook sedang menunggu Yoon-hee sambil memegang seikat bunga Baby’s Breath. Dia lama menunggu. Dia mengingat perkataan Chang-mo saat mereka bertemu di restoran tentang Yoon-hee yang harus pergi ke suatu tempat sehingga dia keluar saat akan kuliah. Dong-wook melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 11.30 malam. “Apa ada sesuatu yang terjadi?” katanya dengan khawatir. Dong-wook akhirnya pulang.
Chang-mo menelepon ke rumah In-ha menggunakan telepon umum. Di belakangnya, Hye-jung menunggu dengan tegang. Telepon akhirnya diangkat oleh ayah In-ha. Chang-mo menanyakan kabar In-ha, namun ternyata In-ha belum pulang. Chang-mo berbohong dengan mengatakan bahwa In-ha berada di asrama bersamanya.
“Dia tidak pulang?” tanya Hye-jung. Chang-mo menyuruhnya diam dengan lambaian tangan karena khawatir terdengar oleh ayah In-ha.
Chang-mo kemudian menutup telepon cepat-cepat dengan alasan bahwa biaya telepon mahal dan dia takut dimarahi pengurus asrama.
“Dia belum pulang rumah?” tanya Hye-jung lagi. Chang-mo langsung menenangkan Hye-jung dengan mengatakan bahwa perjalanan melukis menyenangkan sehingga In-ha belum pulang. “Kau tahu kan, kadang dia tidak pulang kalau perjalanan melukisnya menyenangkan.”
Hye-jung memandang Chang-mo seakan-akan mengatakan bahwa dia tidak dapat dibodohi dengan perkataan Chang-mo. Chang-mo kemudian berkata mungkin In-ha sudah kembali ke Seoul dan sekarang ada di asrama. Chang-mo kemudian pamit pulang dan berjanji akan memberi kabar besok. Chang-mo merasa lega karena bisa lepas dari Hye-jung, namun ternyata Hye-jung mengikutinya.
“Apa kau tidak pulang?” tanya Chang-mo dengan khawatir.
“Ayo pergi,” kata Hye-jung.
“Ke mana?” Chang-mo pura-pura tidak mengerti.
“Ke asramamu,” jawab Hye-jung lalu langsung berjalan mendahului Chang-mo yang masih kebingungan. “Aku akan ikut. Aku ingin memastikan.”
(kasian Chang-mo.. Bingung ke sana kemari buat melindungi In-ha...)
Chang-mo dan Hye-jung sampai di kamar asrama, namun ternyata In-ha tidak ada di sana. “Mungkin dia menginap di tempatnya melukis,” kata Chang-mo.
“Mereka bisa saja bersama,” kata Hye-jung
“Apa yang kau bicarakan? Bagaimana mungkin Yoon-hee bisa bersama In-ha.”
“Aku punya indra keenam tentang hal ini,” kata Hye-jung dengan yakin.
“Indra keenam? Omong-omong, sekarang sudah hampir jam malam. Bagaimana ini?” kata Chang-mo panik.
Chang-mo dilema antara panik atau senang karena dia hanya berdua dengan Hye-jung. Namun dia kaget saat melihat Hye-jung menangis.
“Mereka pasti bersama,” kata Hye-jung sambil menangis lalu jatuh terduduk di lantai.
Chang-mo tidak bisa mengatakan apa-apa.
Dong-wook sedang berjalan sambil sesekali melihat ke rumah Yoon-hee dengan harapan dia bisa bertemu Yoon-hee. Alarm jam malam berbunyi. Dong-wook segera berlari karena takut tertangkap. Di belakang terdengar peluit polisi. (Itu jaman perang sama Korut ya kok diberlakukan jam malam?”
“Aku tahu aku akan melukai semua orang. Tapi aku sangat bahagia sehingga aku tidak bisa menghentikan diriku,” kata In-ha dalam hati.
Di kereta, In-ha melihat anak kecil yang sedang rewel saat dipangku ibunya. In-ha menggoda anak itu dari tempatnya duduk. Yoon-hee yang melihatnya ikut-ikut menggoda anak itu sampai anak itu tertawa. In-ha dan Yoon-hee kemudian tertawa bersama.
Yoon-hee duduk di pinggir jendela. In-ha kemudian menulis sesuatu di jendela kereta menggunakan jarinya. Yoon-hee tidak bisa membaca tulisan In-ha. In-ha menyuruh Yoon-hee meniup-niup kaca jendela sampai berembun. Yoon-hee melakukannya dan akhirnya bisa membaca tulisan In-ha. Namun tulisan In-ha dibetulkan oleh Yoon-hee kemudian mereka tersenyum. Penjual makanan melewati gerbong mereka.
“Apa kau tidak lapar?” tanya In-ha ke Yoon-hee.
“Aku baik-baik saja,” jawab Yoon-hee. Ternyata perut Yoon-hee kemudian berbunyi. “Sebetulnya aku sedikit lapar,” kata Yoon-hee dengan malu.
In-ha tertawa kecil. In-ha kemudian memanggil penjual makanan dan membeli telur.
Yoon-hee dan In-ha membuka kulit telur dan secara bersamaan dan memberikan satu sama lain. Mereka tertawa kemudian menukar telur itu dan memakannya.
In-ha menggambar sketsa wajah Yoon-hee yang sedang tidur sambil diselimuti jaket In-ha. In-ha tersenyum saat kepala Yoon-hee terangguk-angguk. Namun saat kepala Yoon-hee akan menabrak kaca, In-ha langsung meletakkan tangannya di dekat kepala Yoon-hee sehingga kepala Yoon-hee bersandar di tangan In-ha.
Kereta akhirnya sampai di Laut Timur. Di luar kereta sedang hujan. Yoon-hee terbangun. “Itu lautnya,” katanya. Yoon-hee membangunkan In-ha, “In-ha, kita sudah sampai,” kata Yoon-hee. “Ah, kau mau keluar?” tanya In-ha.
Yoon-hee dan In-ha berjalan bersama menuju pantai sambil menggunakan payung. Di pinggir laut, mereka menikmati pemandangan (Lautnya bersih banget...). Payung di tangan In-ha terlepas karena diterjang angin. In-ha langsung melepaskan jaketnya dan memakaikannya di badan Yoon-hee. In-ha ingin memegang tangan Yoon-hee (ayo! Ayo!), namun tidak jadi (yaaahh...). Yoon-hee kemudian menggandeng tangan In-ha (yes!). In-ha tersenyum senang, Yoon-hee balas tersenyum. Mereka berjalan terus.
Saat hujan reda, mereka duduk di atas sebatang kayu. Tangan In-ha menggenggam erat tangan Yoon-hee. Yoon-hee mendendangkan lagu ciptaan In-ha. In-ha takjub karena Yoon-hee mengingatnya.
“Apa kau sudah menyelesaikan lagu itu?” tanya Yoon-hee.
“Aku ingin menyelesaikannya. Tapi kelihatannya lagu itu akan berakhir dengan akhir yang sedih. Jadi aku tidak bisa menyelesaikannya.”
“Saat ini sudah tidak sedih kan? Kau mau menyelesaikannya bersama-sama? Nyanyikanlah,” kata Yoon-hee.
In-ha akhirnya menyanyikan lagu ciptaannya, saat dia terhenti karena tidak bisa mengarang lagi, Yoon-hee lalu melanjutkan. In-ha kemudian melanjutkan menyanyi sampai selesai. Mereka kemudian berpandangan. Yoon-hee kembali melihat laut. In-ha mendekat dan mencium pipi Yoon-hee. Mereka kemudian berjalan-jalan di sekitar pantai dengan gembira.
Di kamar asrama In-ha, Hye-jung tertidur sambil duduk saat menunggu In-ha pulang.
Saat Hye-jung menyadari bahwa In-ha belum pulang, dia langsung bangun dan keluar kamar. Di luar, Chang-mo yang sedang tidur terbangun dengan kaget. (ya ampun, kasian amat sampe tidur di luar karena menghindari skandal...)
Dia memanggil-manggil Hye-jung namun tidak digubris.
“Apa dia hanya memikirkan dirinya sendiri?” omel Chang-mo. (baru sadar, Chang-mo?). Dia kemudian menyusul Hye-jung dengan mengantuk.
Di pinggir pantai, Yoon-hee tertidur lagi di bahu In-ha.
“Aku ingin mengenalmu lebih dalam. Bagaimana hidupmu. Bagaimana kau bisa sampai di sini. Bagaimana perasaanmu saat ini. Sama seperti ayahmu yang memutar jarum jam tiap hari, aku ingin bersamamu setiap hari. Aku ingin bersamamu dalam waktu lama. Aku mencintaimu. Aku merasa bahagia. Dan tanpa mengetahui apapun, aku percaya bahwa kebahagiaan akan bertahan selamanya,” kata In-ha dalam hati sambil memandangi Yoon-hee dan laut di depan mereka.
Hye-jung dan Chang-mo sampai di studio lukis, namun mereka tidak melihat In-ha di sana.
“Ah, mungkin kita melewatinya,” kata Chang-mo. “Dia mungkin mengambil kereta pagi menuju rumahnya.”
“Kalau begitu, di mana dia semalam?” tanya Hye-jung.
Chang-mo kebingungan. Dia melindungi In-ha dengan mengatakan In-ha pasti langsung pulang rumah dari Chuncheon.
Teman-teman lukis In-ha masuk ke studio. “Ah, kalian mencari In-ha?”
“Kalian dari perjalanan melukis?” tanya Chang-mo.
“Jangan mengingatkan lagi. Kami ketinggalan kereta sehingga kami harus menginap di stasiun,” jawab teman In-ha.
Chang-mo merasa lega karena perkiraannya benar. Hye-jung juga mulai santai.
“Lihat kan? Itulah yang terjadi,” kata Chang-moke Hye-jung.
“Di mana In-ha?” tanya Chang-mo.
“In-ha? Seseorang datang menemuinya.”
Hye-jung curiga. “Apakah seorang gadis berambut panjang?”
“Ya. Mereka naik kereta menuju Laut Timur semalam.”
Chang-mo dan Hye-jung kembali tegang.
Chang-mo dan Hye-jung duduk di bangku-bangku pinggir lapangan. Chang-mo berusaha membuat ceria Hye-jung saat In-sook datang dengan suara serak karena flu. In-sook memberitahu bahwa Dong-wook sedang berjalan ke arah sini.
In-sook berkata bahwa dia tidak mengatakan apapun ke Dong-wook karena diminta oleh Chang-mo. Chang-mo meminta Hye-jung untuk tidak mengatakan apapun ke Dong-wook juga.
“Hye-jung, kau tidak akan mengatakan apapun kan?” tanya Chang-mo dengan nada memohon. In-sook baru sadar bahwa baju Hye-jung dan Chang-mo tidak berubah dari kemarin. Chang-mo panik, namun In-sook menyadari bahwa mereka terlalu khawatir sehingga tidak berganti baju.
Dong-wook mendatangi mereka. Chang-mo bertanya mengapa Dong-wook datang sepagi ini.
“In-ha memintaku menontonnya di C’est La Vie. Dia meneleponku pagi ini,” jawab Dong-wook.
Hye-jung dan Chang-mo terkejut mendengar jawaban Dong-wook.
“Setelah aku pikir-pikir, aku terlalu jahat pada In-ha. Aku rasa aku marah karena dia memutuskan mengikuti wamil tanpa berkonsultasi padaku. Aku akan berbicara dengannya lagi hari ini.”
Hye-jung ingin mengatakan apa yang terjadi, namun menahan diri. Chang-mo juga diam saja. “Apakah kalian bertemu Yoon-hee pagi ini?”
In-sook berdiri dengan panik. Dong-wook merasa aneh dengan tingkah laku In-sook.
“Apa kau bertemu Yoon-hee?” tanya Dong-wook ke Hye-jung.
“Yoon-hee..”. Chang-mo langsung panik karena takut Hye-jung mengatakannya.
“Dong-wook, Yoon-hee..” Hye-jung menoleh dan menatap wajah Dong-wook. “Aku tidak melihatnya,” kata Hye-jung. Dia merasa tidak tega memberitahu Dong-wook.
Chang-mo dan In-sook bernafas lega. Dong-wook menatap ke Chang-mo dan In-sook.
“Tapi, aku kira, kemarin kencan pertama kalian,” sambung Hye-jung. “Tidakkah kau marah karena dia membuatmu menunggu?”
“Aku tidak tahu. Akhir-akhir ini aku merasa hati kami saling terhubung. Tidak apa-apa. Dia pasti punya alasan. Aku hanya berharap tidak ada sesuatu yang serius yang terjadi,” kata Dong-wook.
Chang-mo langsung berpura-pura ceria. “Hei, Dong-wook! Kau pria ter-cool yang pernah aku kenal. Kau ingin tato pria ter-cool di tubuhmu?” Chang-mo kemudian tertawa.
“Apa kau pikir itu lucu?!” bentak Hye-jung lalu berdiri.
“Ada apa dengan kalian?” tanya Dong-wook dengan heran.
In-ha dan Yoon-hee keluar dari stasiun di Seoul. Tiba-tiba Yoon-hee oleng. In-ha memegang dahi Yoon-hee yang ternyata panas.
“Tidak apa-apa,” kata Yoon-hee.
“Kau kelihatan akan pingsan. Ayo ke rumah sakit,” ajak In-ha. Yoon-hee setuju pergi ke rumah sakit.
In-ha dan Yoon-hee sedang menunggu bis. Yoon-hee menoleh ke In-ha. “Apakah aku boleh pergi denganmu?” tanya Yoon-hee. “Aku membiarkan Dong-wook menunggu tadi malam.”
“Aku akan menemui Dong-wook lebih dulu. Aku akan memberitahunya lebih dulu,” kata In-ha menenangkan.
“Kalau begitu, berjanjilah padaku. Kau tidak akan menanggung kesalahan seorang diri,” kata Yoon-hee.
In-ha tersenyum. “Kau juga berjanjilah. Kau akan pergi ke rumah sakit. Sekarang.”
Yoon-hee mengangguk dan menyuruh In-ha berangkat lebih dulu karena dia ingin mengantarkan In-ha.
In-ha berjalan lalu membalikkan badan. “Aku mungkin akan ke tempatmu nanti malam,” katanya. In-ha lalu melambaikan tangan. “Aku suka jammu,” kata In-ha lagi sambil tersenyum. Yoon-hee merasa senang.
In-ha masuk ke C’est La Vie dengan tegang. Di sana, dia sudah ditunggu Dong-wook, Chang-mo, Hye-jung, dan In-sook. Dia lalu duduk di samping Chang-mo.
“Aku kira kau sudah pulang ke rumah semalam,” kata Dong-wook.
“Aku tidak pergi. Ada sesuatu yang harus kukatakan kepadamu,” kata In-ha gugup.
Hye-jung, Chang-mo, dan In-sook kaget. Dong-wook mengira bahwa In-ha akan membatalkan masuk wamil.
“Dong-wook..” Chang-mo memegang bahu In-ha, melarangnya mengatakan apapun.
“Aku menyukai Yoon-hee,” aku In-ha. (akhirnya...) “Sebenarnya, aku selalu menyukainya.”
“Apa?” Dong-wook terkejut.
“Aku berusaha keras, tapi aku tidak bisa melupakan Yoon-hee. Gadis tiga detik yang kukatakan padamu, itu adalah Yoon-hee. Jadi...”
Chang-mo memukul pipi In-ha hingga In-ha terjatuh dari kursi. Chang-mo marah karena In-ha mengaku pada Dong-wook padahal dia dan yang lain berusaha melindungi In-ha mati-matian. “Bagaimana kau bisa melakukannya pada kami?” bentak Chang-mo.
“Aku minta maaf. Tapi aku tidak akan menyerahkan Yoon-hee padamu,” kata In-ha pada Dong-wook.
Chang-mo akan memukul In-ha lagi namun ditahan In-sook. Pemilik restoran marah karena keributan yang mereka timbulkan dan mengancam tidak mengijinkan mereka menyanyi di sana. Dong-wook hanya duduk karena shock, sedangkan Hye-jung meneteskan air mata karena kecurigaannya terbukti. In-ha lalu berjalan pergi. Sementara di tempat lain, Yoon-hee turun bis dengan oleng kemudian pingsan.
Di restoran, Hye-jung marah karena In-ha berkata tidak akan melepaskan Yoon-hee pada Dong-wook.
“Cukup! In-ha pasti mengalami berbagai macam hal hingga dia memutuskan mengikuti wamil. Dia pasti sudah berusaha keras tidak menyukai Yoon-hee, namun gagal. Aku memukulnya.. Tapi, kita tidak bisa menyalahkan dia sepenuhnya, Dong-wook,” kata Chang-mo.
“Chang-mo!” bentak Hye-jung karena Chang-mo membela In-ha.
In-sook kesal karena Hye-jung membentak-bentak Chang-mo terus padahal Chang-mo sudah memukul In-ha untuk membela Dong-wook. In-sook menyalahkan Yoon-hee yang menerima Dong-wook sebagai pacarnya padahal dia menyukai In-ha.
“Itu bukan salah Yoon-hee,” bela Chang-mo lagi.
“Bagaimana itu bukan kesalahannya? Dia bahkan pergi ke Chuncheon untuk menyusul In-ha padahal dia punya janji kencan dengan Dong-wook,” kata Hye-jung.
Dong-wook kaget mendengarnya. Dia yang sejak awal diam saja, memandang Hye-jung. “Ya. Yoon-hee.. Dia pergi ke Chuncheon untuk menemui In-ha kemarin. Mereka bahkan naik kereta menuju Laut Timur dan menghabiskan malam bersama,” kata Hye-jung dengan emosi.
“Hye-jung!” bentak Chang-mo memperingatkan.
“Cukup,” kata Dong-wook pelan. Dia lalu bangkit berdiri dan keluar restoran.
Yoon-hee terbangun di atas ranjang rumah sakit. Dia akan bangun, namun dilarang oleh suster karena dia harus beristirahat lebih lama.
“Apa yang terjadi?” tanyanya.
Suster akan menjawab namun bingung. “Dokter akan segera kemari,” katanya menenangkan. (firasat buruk mode on..).
Yoon-hee sudah keluar dari rumah sakit dan berjalan pulang. Dia merasa pusing lagi. Wajahnya sangat pucat. Dia tidak kuat berjalan, lalu duduk beristirahat.
Dong-wook menunggu Yoon-hee pulang dan Yoon-hee akhirnya sampai rumah. Dia melihat Dong-wook lalu berjalan menuju Dong-wook. Yoon-hee merasa bersalah pada Dong-wook. Dia menunduk terus saat sampai di depan Dong-wook.
“Apakah itu benar?” tanya Dong-wook.
“Aku minta maaf,” kata Yoon-hee.
Dong-wook mulai yakin bahwa apa yang dikatakan In-ha benar.
“Bagaimana kau bisa melakukan hal ini padaku?”
“Aku minta maaf.. karena telah melukaimu. In-ha tidak melakukan sesuatu yang salah. In-ha hanya memikirkan dirimu. Jadi dia mendorongku menjauh. Aku seharusnya mengatakan aku menyukai In-ha sejak awal,” kata Yoon-hee dengan mata berkaca-kaca.
Dong-wook mengepalkan tangannya. “Hentikan! Jangan membela In-ha di depanku. In-ha.. Aku rasa aku tidak bisa memaafkannya. Hentikan itu,” kata Dong-wook. Dia lalu pergi dengan lemas. Yoon-hee terus menunduk dan merasa bersalah.
Chang-mo masuk kamar. In-ha sudah ada di kamar. Dia memanggil Chang-mo namun tidak digubris.
“Chang-mo, apakah kau marah padaku?” tanya In-ha.
“Jangan bicara padaku. Aku tidak mau bicara denganmu malam ini,” kata Chang-mo. Dia lalu tidur. In-ha tidak berkata apa-apa lagi.
Di kamarnya, Yoon-hee memandangi fotonya bersama ayah-ibunya. Dia teringat In-ha, lalu tersenyum-senyum. Di tempat lain, In-ha juga tersenyum-senyum sendiri di depan kamarnya.
In-ha berdiri dan berlari menaiki bis menuju tempat Yoon-hee. Yoon-hee juga berdiri dan berlari keluar. Mereka bertemu di dekat tempat Yoon-hee. In-ha berlari menuju Yoon-hee.
No comments:
Post a Comment